Aku tersenyum.
Sajak-sajak itu buat aku mengenang kembali segala usaha yang aku abaikan. Waktu itu, setiap perkataan yang tersusun adalah pemilihan ketat pada setiap satunya. Perasaan dan alirannya, aku cantumkan baik-baik. Betapa dalamnya usaha aku waktu itu.
Dan sekarang, yang tertulis dan aku sajakkan sebagai puisi itu sebenarnya cuma spontan dari hati yang berkata. Aku sudah lupa apa itu usaha dan sebenarnya waktu ini aku tenggelam dengan perasan diri yang maha dahsyat.
Aku malu pada aku yang dulu. Yang sedikit isinya tapi banyak usaha. Bukan aku yang sekarang, yang memperlekehkan setiap cebisan yang dia kira dia punya. Dan jujurnya, baru sekarang aku faham ke mana menghilang sebuah jiwa.
Jiwa itu ada dalam aku-- jiwa yang aku matikan dengan riak dan aku kelar dengan tangisan. Jiwa itu dalam aku, aku sorokkan tanpa sedar.
masa nak menulis puisi jangan sampai terpaksa merokok
ReplyDeleteaku ingin meluah tapi takut untuk meluah... selalunya begitu... kini harus diubah...
ReplyDeletepembaris: kasi sedut dua kali, keluar dua kepul. cuukup. haha.
ReplyDeletekisah hati: luahkan tanpa rasa takut. kerana luahan dari hati itu terpaling ikhlas.:)
ReplyDelete